Candi Cetho - Karanganyar memiliki beberapa destinasi
wisata yang selalu ramai dikunjungi oleh wisatawan lokal maupun mancanegara.
Salah satunya yaitu Candi Cetho yang merupakan candi bercorak Hindu yang berada
di kaki Gunung Lawu tepatnya di Dusun Ceto, Desa Gumeng, Kecamatan
Jenawi, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah.
Sejarah
Candi Cetho
Dikutip
dari jurnal berjudul 10 Tempat Wisata Ciamik Di Kabupaten Karanganyar oleh
perpus.jatengprov.go.id (2023), Candi Cetho berawal dari asal usul nama yang
diambil langsung dari lokasi tersebut. Dalam bahasa Jawa, nama Cetho memiliki
makna “tampak dengan jelas.” Hal ini mengacu pada pemandangan alam yang bisa
dinikmati dengan sangat jelas dari candi ini.
Candi
Cetho pertama kali ditemukan pada tahun 1842 tetapi rekonstruksi penggalian
baru dilakukan di tahun 1928 oleh Dinas Purbakala Hindia Belanda. Pembangunan
Candi Cetho diperkirakan terjadi pada era kekuasaan Raja Brawijaya V di
Majapahit, yaitu sekitar tahun 1475 Masehi. Alasan terkuat mengapa Candi Cetho
diyakini sebagai bangunan peninggalan Majapahit dikarenakan adanya lambang
Kerajaan Majapahit di Candi Cetho.
Relief
yang terukir di dinding Candi Cetho menggambarkan dua tokoh penting dalam
mitologi Hindu, Sudamala dan Garudeya. Keduanya melambangkan upaya spiritual
manusia dalam melepaskan diri dari malapetaka. Hal ini dapat dilihat dari
tulisan aksara Jawa Kuno yang terukir pada relief-relief yang ada di candi
tersebut sehingga membuktikan bahwa candi ini dibangun sebagai tempat untuk
melakukan ritual tolak bala dan ruwatan. Punden/teras yang dimiliki oleh candi
ini berjumlah 13 dan memanjang dari sisi timur ke barat. Tetapi, setelah adanya
pemugaran tersisa 9 punden/teras saja. Pemugaran tersebut dilakukan oleh Sudjono
Humardani pada tahun 1975-1976.
Punden/Teras
di Candi Cetho- Teras pertama, gapura besar yang
merupakan penambahan saat pemugaran dan dua arca penjaga
- Teras kedua, dapat dijumpai petilasan Ki
Ageng Kricingwesi. Ki Ageng Kricingwesi dipercaya sebagai leluhur masyarakat
Dusun Ceto.
Petilasan Ki Ageng Kricingwesi di
teras kedua
- Teras
ketiga, batu mendatar yang disusun membentuk kura-kura raksasa. Kura-kura ini
diperkirakan merupakan lambang Majapahit yang disebut surya Majapahit. Selain
itu, ada pula simbol phallus (alat kelamin pria) sepanjang 2
meter. Kura-kura merupakan lambang penciptaan alam semesta, sedangkan phallus merupakan
lambang penciptaan manusia. Selain itu, di teras ini juga terdapat penggambaran
hewan-hewan atau disebut juga sengkalan memet yang merupakan
catatan dimulainya pembangunan candi ini.
- Teras
keempat, terdapat relief yang memuat cuplikan kisah Samudramanthana dan
Garudeya. Dengan adanya cuplikan dua kisah ini juga menguatkan asumsi fungsi
Candi Cetho sebagai tempat peruwatan.
- Teras
kelima dan keenam, terdapat bangunan berupa pendapa yang sering digunakan
sebagai tempat berlangsungnya upacara-upacara keagaamaan.
- Teras
ketujuh, terdapat dua arca di sisi utara dan selatan. Arca tersebut adalah arca
Sabdapalon dan Nayagenggong. Menurut kepercayaan, Sabdapalon dan Nayagenggong
merupakan penasihat spiritual Prabu Brawijaya V.
- Di
teras kedelapan, terdapat arca phallus yang disebut “kuntobimo” dan arca Prabu
Brawijaya V dalam wujud mahadewa.
- Teras
yang terakhir merupakan tempat pemanjatan doa. Teras kesembilan ini tidak
dibuka setiap saat. Pada tangga masuknya, terdapat gerbang yang dikunci.
Gerbang baru dibuka pada acara-acara khusus, seperti sembahyang.
Teras kesembilan atau terakhir yang digunakan untuk
berdoa
Fakta
Menarik Candi Cetho
1. Dikelilingi pemandangan yang menyejukkan
mata
Candi Cetho dikelilingi oleh pemandangan
alam yang menyejukkan mata. Hal ini dikarenakan suasananya yang masih asri serta
dikelilingi oleh perkebunan teh. Karena berada di dataran tinggi, udara di
sekitar Candi Cetho juga sejuk
2. Candi Tertinggi ketiga di Indonesia
Candi Cetho berada pada ketinggian 1496
mdpl sehingga membuatnya menjadi candi tertinggi ketiga di Indonesia setelah
Candi Dieng (2.000 mdpl) serta Candi Kethek (1.500 mdpl).
3. Aktif digunakan untuk beribadah umat
Hindu
Candi Cetho masih digunakan untuk
beribadah oleh umat Hindu hingga sekarang. Maka dari itu, pengunjung harus
menjaga sopan santun dan kebersihan saat berada di Candi Cetho.
4. Bertemu dengan pendaki
Candi Cetho sering menjadi titik awal
perjalanan para pendaki yang akan menaklukkan Gunung Lawu. Saat berkunjung ke
candi ini, para wisatawan sering kali berpapasan dengan pendaki yang akan naik
ke Gunung Lawu melewati Candi Cetho
Jam
Operasional Candi Cetho
Buka setiap hari jam 07.30 – 16.30 WIB
Harga
Tiket Masuk Candi Cetho
Wisatawan Lokal : Rp 15.000
Wisatawan Mancanegara : Rp 50.000
Sewa kain kampuh (wajib) : donasi seikhlasnya
Parkir Motor : Rp 3.000
Fasilitas
di Candi Cetho
Toilet
Toko oleh-oleh dan cendera mata
Area parkir
Warung
UMKM (ada di pintu keluar candi cetho)
Yuk,
agendakan liburan seru ke Candi Cetho! Nikmati keindahan alam, sejarah
Majapahit, dan suasana sejuk di kaki Gunung Lawu. Pastikan Candi Cetho jadi
destinasi wajib di daftar perjalananmu!
-Isna Hary A. Putri-