Minggu, 22 September 2024

Candi Cetho: Jejak Keagungan Majapahit di Kaki Gunung Lawu




Candi Cetho - Karanganyar memiliki beberapa destinasi wisata yang selalu ramai dikunjungi oleh wisatawan lokal maupun mancanegara. Salah satunya yaitu Candi Cetho yang merupakan candi bercorak Hindu yang berada di kaki Gunung Lawu tepatnya di Dusun Ceto, Desa Gumeng, Kecamatan Jenawi, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah.

Sejarah Candi Cetho


Dikutip dari jurnal berjudul 10 Tempat Wisata Ciamik Di Kabupaten Karanganyar oleh perpus.jatengprov.go.id (2023), Candi Cetho berawal dari asal usul nama yang diambil langsung dari lokasi tersebut. Dalam bahasa Jawa, nama Cetho memiliki makna “tampak dengan jelas.” Hal ini mengacu pada pemandangan alam yang bisa dinikmati dengan sangat jelas dari candi ini.

Candi Cetho pertama kali ditemukan pada tahun 1842 tetapi rekonstruksi penggalian baru dilakukan di tahun 1928 oleh Dinas Purbakala Hindia Belanda. Pembangunan Candi Cetho diperkirakan terjadi pada era kekuasaan Raja Brawijaya V di Majapahit, yaitu sekitar tahun 1475 Masehi. Alasan terkuat mengapa Candi Cetho diyakini sebagai bangunan peninggalan Majapahit dikarenakan adanya lambang Kerajaan Majapahit di Candi Cetho.

Relief yang terukir di dinding Candi Cetho menggambarkan dua tokoh penting dalam mitologi Hindu, Sudamala dan Garudeya. Keduanya melambangkan upaya spiritual manusia dalam melepaskan diri dari malapetaka. Hal ini dapat dilihat dari tulisan aksara Jawa Kuno yang terukir pada relief-relief yang ada di candi tersebut sehingga membuktikan bahwa candi ini dibangun sebagai tempat untuk melakukan ritual tolak bala dan ruwatan. Punden/teras yang dimiliki oleh candi ini berjumlah 13 dan memanjang dari sisi timur ke barat. Tetapi, setelah adanya pemugaran tersisa 9 punden/teras saja. Pemugaran tersebut dilakukan oleh Sudjono Humardani pada tahun 1975-1976.

Punden/Teras di Candi Cetho
  • Teras pertama, gapura besar yang merupakan penambahan saat pemugaran dan dua arca penjaga
  • Teras kedua, dapat dijumpai petilasan Ki Ageng Kricingwesi. Ki Ageng Kricingwesi dipercaya sebagai leluhur masyarakat Dusun Ceto.
Petilasan Ki Ageng Kricingwesi di teras kedua
  • Teras ketiga, batu mendatar yang disusun membentuk kura-kura raksasa. Kura-kura ini diperkirakan merupakan lambang Majapahit yang disebut surya Majapahit. Selain itu, ada pula simbol phallus (alat kelamin pria) sepanjang 2 meter. Kura-kura merupakan lambang penciptaan alam semesta, sedangkan phallus merupakan lambang penciptaan manusia. Selain itu, di teras ini juga terdapat penggambaran hewan-hewan atau disebut juga sengkalan memet yang merupakan catatan dimulainya pembangunan candi ini.
  • Teras keempat, terdapat relief yang memuat cuplikan kisah Samudramanthana dan Garudeya. Dengan adanya cuplikan dua kisah ini juga menguatkan asumsi fungsi Candi Cetho sebagai tempat peruwatan.
  • Teras kelima dan keenam, terdapat bangunan berupa pendapa yang sering digunakan sebagai tempat berlangsungnya upacara-upacara keagaamaan.
  • Teras ketujuh, terdapat dua arca di sisi utara dan selatan. Arca tersebut adalah arca Sabdapalon dan Nayagenggong. Menurut kepercayaan, Sabdapalon dan Nayagenggong merupakan penasihat spiritual Prabu Brawijaya V.
  • Di teras kedelapan, terdapat arca phallus yang disebut “kuntobimo” dan arca Prabu Brawijaya V dalam wujud mahadewa.
  • Teras yang terakhir merupakan tempat pemanjatan doa. Teras kesembilan ini tidak dibuka setiap saat. Pada tangga masuknya, terdapat gerbang yang dikunci. Gerbang baru dibuka pada acara-acara khusus, seperti sembahyang. 

Teras kesembilan atau terakhir yang digunakan untuk berdoa

Fakta Menarik Candi Cetho
1. Dikelilingi pemandangan yang menyejukkan mata
Candi Cetho dikelilingi oleh pemandangan alam yang menyejukkan mata. Hal ini dikarenakan suasananya yang masih asri serta dikelilingi oleh perkebunan teh. Karena berada di dataran tinggi, udara di sekitar Candi Cetho juga sejuk

2. Candi Tertinggi ketiga di Indonesia
Candi Cetho berada pada ketinggian 1496 mdpl sehingga membuatnya menjadi candi tertinggi ketiga di Indonesia setelah Candi Dieng (2.000 mdpl) serta Candi Kethek (1.500 mdpl).

3. Aktif digunakan untuk beribadah umat Hindu
Candi Cetho masih digunakan untuk beribadah oleh umat Hindu hingga sekarang. Maka dari itu, pengunjung harus menjaga sopan santun dan kebersihan saat berada di Candi Cetho.

4. Bertemu dengan pendaki
Candi Cetho sering menjadi titik awal perjalanan para pendaki yang akan menaklukkan Gunung Lawu. Saat berkunjung ke candi ini, para wisatawan sering kali berpapasan dengan pendaki yang akan naik ke Gunung Lawu melewati Candi Cetho

Jam Operasional Candi Cetho
Buka setiap hari jam 07.30 – 16.30 WIB

Harga Tiket Masuk Candi Cetho
Wisatawan Lokal                   : Rp 15.000
Wisatawan Mancanegara        : Rp 50.000
Sewa kain kampuh (wajib)      : donasi seikhlasnya
Parkir Motor                            : Rp 3.000

Fasilitas di Candi Cetho
Toilet
Toko oleh-oleh dan cendera mata
Area parkir
Warung UMKM (ada di pintu keluar candi cetho)

Yuk, agendakan liburan seru ke Candi Cetho! Nikmati keindahan alam, sejarah Majapahit, dan suasana sejuk di kaki Gunung Lawu. Pastikan Candi Cetho jadi destinasi wajib di daftar perjalananmu! 

-Isna Hary A. Putri-